Pengertian Hadis Hasan
Ditinjau dari segi status kualitas hadis, maka kita akan mengenal dengan istilah hadis Shahih, Hasan, dan Dlaif. Kemudian jika ditinjau dari segi sumbernya, maka akan kita kenali hadis qudsi, hadis marfu’, dan maqthu’. Tetapi semua itu tentunya merupakan rangkuman ilmu untuk mengetahui bagaimana posisi dan kedudukan hadis Nabi yang sampai pada kita. Karena telah melalu berbagai riwayat yang memiliki berbagai latar belakang sehingga cenderung mempengaruhi kualitas hadis itu sendiri.
A. Pengertian Hadis Hasan
Hasan secara bahasa sebagai sifat musyabbihat dari kata al-Husnu yang artinya adalah al-Jamâlu (indah).
Kemudian menurut istilah banyak ulama yang memberikan rincian yang dimaksud dengan hadis hasan. Di antaranya, menurut al-Khaththaabi (w. 319-388 H), yang dimaksud dengan hadis hasan ialah:
ماعُرِفَ مَخْرَجُهُ وَاشْتَهَرَا رِجَالُهُ
“Hadis yang telah diketahui sumbernya dan para perawinya terkenal.
Kemudian defenisi lainnya, disebutkan sebagaimana berikut:
قال الشيخ هو قسمان أحدهما مالا يخلو إسناده من مستورٍ لم تتحقَّقْ أهليّتهُ وليس مغفّلا كثير الخطاء ولاظهر منه سببٌ مفسق, ويكون متن الحديث معروفاً برواية مثله أونحوه بوجه أخر. الثاني, أن يكون راويه مشهوراً بلصِّدقِ ولأمانة ولم يبلغ درجة الصحيح لقصوره في الحفظ ولإتقان, هو مرتفع عن حالٍ من يُعِدُّ تفردَهُ منكرًاً
“As-Syaikh membaginya menjadi dua: Pertama, hadis yang di dalamnya terdapat seorang rawi yang tidak deketahui identitas dirinya dan kapasitas intelektualnya masih tidak diketahui. Tetapi ia tidak tergolong sebagai orang yang bodoh dan banyak melakukan kesalahan. Juga di dalam dirinya tidak nampak hal-hal yang menyebabkan ia bisa dikatakan sebagai orang fasik. Kemudian matan hadisnya dikenali hadis yang sejenis dari jalur yang lain. Kedua, hadis yang perawinya dikenal dengan kejujuran dan amanah. Tetapi kualitasnya tidak sampai pada derajat sahih, karena keterbatasan hafalan dan intelektualitas. Kemudian perawinya bukanlah orang yang apabila hadisnya diriwayatkan sendirian, maka hadisnya bernilai mungkar.”
Menurut ulama sebelumnya, Abu Isa at-Tirmidzi (w. 209-279 H), dikatakan bahwa yang dimaksud hadis hasan ialah:
كلُّ حديثٍ يروَي لايكونُ في إسناده من يتَّهَمُ بالكذ ب ولايكون الحديثُ شاذاًّ ويروي من غير وجه نحو ذالك
“Semua hadis yang perawinya tidak condong pada berbuat dusta, dan status hadisnya tidak langka. Karena banyak hadis sejenis yang diriwayatkan oleh para perawi lain.”
Ada juga definisi hadis hasan seperti yang dijelaskan oleh Ibnu Hajar (852 H), menurutnya yang dimaksud dengan hadis hasan ialah sebagaimana berikut:
وخبر الأحاد بنقل عدل تام الظبط متصل السند غير معلل ولاشاذ هو الصحيح لذاته, فإن خفّ الظبط, فلحسن لذاته
“Hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, memiliki kridibilitas yang sempurna, serta sanad hadisnya bersambung tanpa mengandung ilat (tidak cacat), tidak syadz, maka demikian itu adalah hadis sahih lizatihi. Tetapi jika kridibilitas perawinya masih kurang sempurna, maka hadis yang diriwayatkan disebut hadis hasan lizatihi.”
Dari berbagai definisi tersebut Mahmud Thahan lebih memilih definisi yang dipaparkan oleh Ibnu Hajar. Menurutnya, definisi hadis hasan dari Ibnu Hajar adalah seperti hadis shahih hanya saja kridibilitas perawinya tidak sampai pada hadis shahih. Definisi demikian menurut prespektifnya lebih tepat jika dibandingkan dengan definisi yang disampaikan oleh al-Khaththabi yang masih mengundang banyak catatan. Jika definisi yang disampaikan oleh at-Tirmidzi itu merupakan definisi dari salah satu hadis hasan, yaitu hasan lighairih. Sedangkan yang dikehendaki adalah hasan lizatihi. Sebab pada dasarnya, hasan lighairihi itu adalah dla’if yang naik pada posisi hasan melalui beberapa tahapan.
Senada dengan yang disampaikan oleh ‘Ajaj Khatib, menurutnya bahwa hadis hasan kriterianya sesuai dengan hadis shahih, hanya saja pada kriteria sebagai hadis hasan, semua perawi atau sebagian dari perawinya lebih sedikit kridibilitasnya dibanding perawi hadis shahih. Jadi, perbedaan antara sahih dan hasan sudah sangat jelas.
Adapun menurut penulis di antara pendapat yang dipilih oleh ‘Ajaj Khatib maupun Mahmud Thahan tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Sehingga definisi yang sesuai untuk arti hadis hasan tidak jauh dari dua definisi yang disampaikan oleh kedua tokoh tersebut. Yaitu, hadis hasan statusnya berada di antara hadis sahih dan hadis dla’if.
Selanjutnya, disebut sebagai hasan karena memiliki prasangka baik kepada perawi hadisnya. Meskipun ada juga yang mengatakan bahwa hadis hasan sanadnya berkualitas mendekati tsiqat, atau mursal tsiqat. Dan semua hadis yang berstatus hasan matan hadisnya tidak hanya satu jenis saja, karena memiliki syawahid. Serta hadisnya tidak syadz (langka) dan tidak cacat (‘ilat). Adapun jika ditinjau dari segi sanad, sampai pada Rasulullah. Namun pada prinsipnya, sebagian perawi yang status hadisnya hasan derajat kualitas mereka hampir sama dengan perawi hadis sahih, yaitu memiliki hafalan (hifdh), kridibel (dlabith), dan intelektual (itqan), hanya saja kridibilitas mereka tidak sampai pada derajat perawi hadis sahih. Artinya mereka berada di tengah-tengah antara kualitas perawi hadis sahih dan hadis dla’if. Adapun periwayatannya dapat diterima dan juga dapat diamalkan.
Post Comment
No comments